Tuesday 29 January 2013

Pengetahuan Umum: Kebijakan Pertahanan Negara

Departemen Pertahanan baru memiliki Buku Putih Pertahanan, Rencana Strategi Pertahanan 2001-2004, dan Kaji Ulang Strategis Sistem Pertahanan (2004). Buku Putih Pertahanan memiliki dua arti penting. Pertama, untuk memberikan pemahaman yang lengkap dan utuh tentang penyelenggaraan pertahanan negara Indonesia dan keterpaduan perwujudannya. Kedua, untuk mengkomunikasikan kebijakan pertahanan Indonesia kepada masyarakat internasional. Melalui pemahaman tersebut hendak dicapai confidence building measure antara defense establishment dengan banyak pihak, sehinga tercipta rasa saling percaya dan saling menghormati antara segenap komponen bangsa Indonesia, begitupun dengan negara-negara di kawasan regional dan internasional.

Tetapi, beberapa hal perlu diperhatikan: (1) sebetulnya Buku Putih Pertahanan tidak dimaksudkan sebagai uraian tentang kebijakan pertahanan. Buku Putih pertahanan lebih merupakan kajian dan asesmen tentang pertahanan; (2) seharusnya diawali dengan strategic defense review, agar dipahami kondisi nyata (state of the art) bidang pertahanan seperti tentang postur pertahanan, struktur kekuatan, gelar kekuatan, kondisi dan kebutuhan peralatan, anggaran, dan lain-lain.
Pemahaman atas transisi politik dan keharusan reformasi militer (civil-military relations and democracy). Pemahaman tentang hal ini dikaitkan dengan “reformasi pertahanan negara” (vide: UUD RI Pasal 30 yo. Ketetapan No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan No. VII/MPR/2000 yang kemudian melahirkan UU No. 3/2002).
Perkiraan ancaman, gangguan serta tantangan terhadap kepentingan pertahanan Indonesia. Hasil analisa terhadap perkembangan dan kecenderungan konteks strategis menunjukkan bahwa ancaman tradisional berupa agresi atau invasi negara lain sangat kecil kemungkinannya. Ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia diperkirakan lebih besar kemungkinan berasal dari ancaman nontradisional, baik yang bersifat lintas negara maupun yang timbul di dalam negeri, meliputi:
  1. Terorisme internasional yang memiliki jaringan lintas negara, maupun yang timbul di dalam negeri.
  2. Ge rakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama gerakan separatis bersenjata yang mengganggu stabilitas keamanan nasional serta mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia.
  3. Aksi radikalisme yang dilakukan oleh kelompok Radikal yang berlatar belakang primordial etnis, ras dan agama serta ideologi di luar Pancasila, baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan di luar negeri.
  4. Konflik komunal, kendatipun bersumber pada masalah sosial ekonomi, namun dapat berkembang menjadi konflik antar suku, agama, maupun ras/keturunan dalam skala yang luas.
  5. Kejahatan lintas negara, seperti penyelundupan barang, senjata, amunisi dan bahan peledak, penyelundupan manusia, Narkoba, pencucian uang dan bentuk-bentuk kejahatan terorganisir lainnya.
  6. Kegiatan imigrasi gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan  maupun batu loncatan  ke negara lain.
  7. Gangguan keamanan laut seperti pembajakan dan perompakan, penangkapan ikan secara ilegal, pencemaran dan perusakan ekosistem. 
  8. Gangguan keamanan udara seperti pembajakan udara, pelanggaran wilayah udara, dan penyelundupan melalui sarana transportasi udara.
  9. Perusakan lingkungan seperti pembakaran hutan, perambahan hutan ilegal, pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya.
  10. Bencana alam dan dampaknya terhadap tata kehidupan masyarakat.
 Secara konkrit kepentingan strategis pertahanan Indonesia yang bersifat mendesak  mencakup:
  1. ­Memerangi dan Mengatasi ancaman terorisme internasional yang melancarkan aksinya di dalam negeri, maupun di luar negeri dengan cara bersama-sama dengan kekuatan dunia lainnya.
  2. ­ Mengatasi ancaman dan gangguan separatisme bersenjata, yang diprioritaskan pada dua wilayah bergolak yakni di Aceh untuk menghadapi Gerakan Aceh Merdeka, dan di Papua, untuk menghadapi Organisasi Papua Merdeka.
  3. ­Menghadapi aksi-aksi Radikalisme yang berlatar belakang primordial etnis, ras dan agama serta ideologi selain pancasila yang dapat membahayakan keselamatan dan kehormatan bangsa dan pemerintah.
  4. ­Menyelesaikan konflik komunal dan membantu rehabilitasi di sejumlah daerah bergolak yang terjadi di Maluku, Sulawesi Tengah (Poso), dan  Kalimantan (Tengah dan Barat). Selain itu, kepentingan strategis pertahanan negara juga diarahkan untuk mencegah kemungkinan timbulnya konflik komunal baru di seluruh wilayah NKRI.
  5. ­Mengatasi dan mencegah kejahatan lintasnegara, yang terjadi di wilayah darat, laut dan udara.
  6. ­Membantu Pemerintah Sipil (Pemerintah Daerah), misalnya dalam mengatasi dampak bencana alam, aksi terorisme, konflik komunal, kerusuhan sosial, atau tindakan lain yang menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi kemasyarakatan (seperti transportasi, layanan pendidikan, dan layanan kesehatan).
Kebijakan pertahanan negara terdiri dari lima rantai kebijakan. Pertama, pemerintah merumuskan Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Perumusan ini dilakukan oleh Presiden dengan melibatkan Dewan Pertahanan Nasional (yang anggotanya terdiri dari Wakil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Panglima TNI, Pejabat-pejabat pemerintah dan non-pemerintah) serta Departemen Pertahanan. Kedua, kebijakan Umum Pertahanan Negara ini dioperasionalisasikan oleh Menteri Pertahanan dengan merumuskan Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara dan Kebijakan Umum Penggunaan Kekuatan TNI. Pasal 16 UU No.3/2002 menyatakan bahwa Departemen Pertahanan mempunyai kewajiban untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara dan kemudian menuangkannya  ke dalam kebijakan penyelenggaran pertahanan. Ketiga, sebagai penyelenggara kebijakan pertahanan, Departemen Pertahanan berwenang merencanakan pengembangan kekuatan pertahanan dan merumuskan kebijakan umum tentang penggunaan kekuatan komponen-komponen pertahanan. Pasal ini juga menyebutkan bahwa Menteri Pertahanan bekerja sama dengan pimpinan departemen dan instasi pemerintah lain untuk “menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan”. Keempat, oleh Panglima TNI, seluruh kebijakan politik tentang pertahanan negara tersebut dijadikan pedoman untuk merencanakan pengembangan strategi-strategi militer. Kelima, perumusan dan pelaksanaan rangkaian kebijakan pertahanan negara ini secara berkala diawasi oleh DPR. Kelima rantai kebijakan tersebut belum dimiliki oleh Indonesia.

1 comment: