Departemen Pertahanan baru memiliki Buku Putih Pertahanan, Rencana Strategi
Pertahanan 2001-2004, dan Kaji Ulang Strategis Sistem Pertahanan (2004).
Buku Putih Pertahanan memiliki
dua arti penting. Pertama, untuk memberikan pemahaman yang lengkap dan
utuh tentang penyelenggaraan pertahanan negara Indonesia dan keterpaduan
perwujudannya. Kedua, untuk mengkomunikasikan kebijakan pertahanan
Indonesia kepada masyarakat internasional. Melalui pemahaman tersebut hendak
dicapai confidence building measure antara defense establishment
dengan banyak pihak, sehinga tercipta rasa saling percaya dan saling
menghormati antara segenap komponen bangsa Indonesia, begitupun dengan
negara-negara di kawasan regional dan internasional.
Tetapi, beberapa hal perlu diperhatikan: (1) sebetulnya
Buku Putih Pertahanan tidak dimaksudkan sebagai uraian tentang kebijakan
pertahanan. Buku Putih pertahanan lebih merupakan kajian dan asesmen tentang
pertahanan; (2) seharusnya diawali dengan strategic defense review, agar
dipahami kondisi nyata (state of the art) bidang pertahanan seperti
tentang postur pertahanan, struktur kekuatan, gelar kekuatan, kondisi dan
kebutuhan peralatan, anggaran, dan lain-lain.
Pemahaman atas transisi politik dan keharusan reformasi
militer (civil-military relations and democracy). Pemahaman tentang hal
ini dikaitkan dengan “reformasi pertahanan negara” (vide: UUD RI Pasal 30 yo.
Ketetapan No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan No. VII/MPR/2000 yang kemudian
melahirkan UU No. 3/2002).
Perkiraan ancaman, gangguan serta tantangan terhadap
kepentingan pertahanan Indonesia. Hasil analisa terhadap perkembangan dan
kecenderungan konteks strategis menunjukkan bahwa ancaman tradisional berupa
agresi atau invasi negara lain sangat kecil kemungkinannya. Ancaman yang
dihadapi bangsa Indonesia diperkirakan lebih besar kemungkinan berasal dari
ancaman nontradisional, baik yang bersifat lintas negara maupun yang timbul di
dalam negeri, meliputi:
- Terorisme internasional yang memiliki jaringan lintas negara, maupun yang timbul di dalam negeri.
- Ge rakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama gerakan separatis bersenjata yang mengganggu stabilitas keamanan nasional serta mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia.
- Aksi radikalisme yang dilakukan oleh kelompok Radikal yang berlatar belakang primordial etnis, ras dan agama serta ideologi di luar Pancasila, baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan di luar negeri.
- Konflik komunal, kendatipun bersumber pada masalah sosial ekonomi, namun dapat berkembang menjadi konflik antar suku, agama, maupun ras/keturunan dalam skala yang luas.
- Kejahatan lintas negara, seperti penyelundupan barang, senjata, amunisi dan bahan peledak, penyelundupan manusia, Narkoba, pencucian uang dan bentuk-bentuk kejahatan terorganisir lainnya.
- Kegiatan imigrasi gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan maupun batu loncatan ke negara lain.
- Gangguan keamanan laut seperti pembajakan dan perompakan, penangkapan ikan secara ilegal, pencemaran dan perusakan ekosistem.
- Gangguan keamanan udara seperti pembajakan udara, pelanggaran wilayah udara, dan penyelundupan melalui sarana transportasi udara.
- Perusakan lingkungan seperti pembakaran hutan, perambahan hutan ilegal, pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya.
- Bencana alam dan dampaknya terhadap tata kehidupan masyarakat.
Secara konkrit kepentingan strategis pertahanan
Indonesia yang bersifat mendesak
mencakup:
- Memerangi dan Mengatasi ancaman terorisme internasional yang melancarkan aksinya di dalam negeri, maupun di luar negeri dengan cara bersama-sama dengan kekuatan dunia lainnya.
- Mengatasi ancaman dan gangguan separatisme bersenjata, yang diprioritaskan pada dua wilayah bergolak yakni di Aceh untuk menghadapi Gerakan Aceh Merdeka, dan di Papua, untuk menghadapi Organisasi Papua Merdeka.
- Menghadapi aksi-aksi Radikalisme yang berlatar belakang primordial etnis, ras dan agama serta ideologi selain pancasila yang dapat membahayakan keselamatan dan kehormatan bangsa dan pemerintah.
- Menyelesaikan konflik komunal dan membantu rehabilitasi di sejumlah daerah bergolak yang terjadi di Maluku, Sulawesi Tengah (Poso), dan Kalimantan (Tengah dan Barat). Selain itu, kepentingan strategis pertahanan negara juga diarahkan untuk mencegah kemungkinan timbulnya konflik komunal baru di seluruh wilayah NKRI.
- Mengatasi dan mencegah kejahatan lintasnegara, yang terjadi di wilayah darat, laut dan udara.
- Membantu Pemerintah Sipil (Pemerintah Daerah), misalnya dalam mengatasi dampak bencana alam, aksi terorisme, konflik komunal, kerusuhan sosial, atau tindakan lain yang menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi kemasyarakatan (seperti transportasi, layanan pendidikan, dan layanan kesehatan).
Kebijakan
pertahanan negara terdiri dari lima
rantai kebijakan. Pertama, pemerintah merumuskan Kebijakan Umum Pertahanan
Negara. Perumusan ini dilakukan oleh Presiden dengan melibatkan Dewan Pertahanan
Nasional (yang anggotanya terdiri dari Wakil Presiden, Menteri Pertahanan,
Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Panglima TNI, Pejabat-pejabat
pemerintah dan non-pemerintah) serta Departemen Pertahanan. Kedua, kebijakan
Umum Pertahanan Negara ini dioperasionalisasikan oleh Menteri Pertahanan dengan
merumuskan Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara dan Kebijakan Umum
Penggunaan Kekuatan TNI. Pasal 16 UU No.3/2002 menyatakan bahwa Departemen
Pertahanan mempunyai kewajiban untuk membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan umum pertahanan negara dan kemudian menuangkannya ke dalam kebijakan penyelenggaran pertahanan.
Ketiga, sebagai penyelenggara kebijakan pertahanan, Departemen Pertahanan
berwenang merencanakan pengembangan kekuatan pertahanan dan merumuskan
kebijakan umum tentang penggunaan kekuatan komponen-komponen pertahanan. Pasal
ini juga menyebutkan bahwa Menteri Pertahanan bekerja sama dengan pimpinan
departemen dan instasi pemerintah lain untuk “menyusun dan melaksanakan
perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan
pertahanan”. Keempat, oleh Panglima TNI, seluruh kebijakan politik tentang
pertahanan negara tersebut dijadikan pedoman untuk merencanakan pengembangan
strategi-strategi militer. Kelima, perumusan dan pelaksanaan rangkaian
kebijakan pertahanan negara ini secara berkala diawasi oleh DPR. Kelima rantai kebijakan tersebut belum dimiliki oleh Indonesia.
jinekomasti dereceleri
ReplyDelete