Bahasa Nusantara purba adalah
bahasa Jawa tempo doeloe yaitu bahasa Jawa yang dikenal dalam keserumpunan
bahasa Melayu Purba, digunakan di Malagasi dan beberapa tempat di daratan Asia
Tenggara (Slamet Mulyana, 1964 ; 18-19), yang kemudian oleh J. Crawfurd melakukan
penelitian kosakata dalam berbagai kamus mengenai bahasa-bahasa di Austronesia,
yang diperbandingkan satu persatu, dengan bahasa Jawa, antara lain :
a. 8000 kata Malagasi ada 140 kata
yang sama dengan bahasa Jawa
b. 4560 kata Selandia Baru ada 103
kata yang sama dengan bahasa Jawa
c. 3000 kata Marquesas ada 70 kata
yang sama dengan bahasa Jawa
d. 9000 kata Tagalog ada 300 kata
yang sama dengan bahasa Jawa
Dalam hal ini P.J. Veth tidak
sependapat mengenai bahasa Jawa sebagai bahasa Induk dari bahasa-bahasa
Austronesia termasuk Wilhem van Humboldt (1836) tentang tanggapannya terhadap
bahasa Jawa kuna yang disebut sebagai bahasa Kawi yang terintervensi oleh
bahasa Sansekerta (Slamet Mulyana, 1992 ; 19) , tetapi setidaknya bahasa Jawa
memiliki konten yang menarik untuk dipelajari, diteliti dan dikemukakan kepada
masyarakat penutur bahasa Jawa khususnya.
Para peneliti bahasa Jawa pada saat
itu hanya memelajari serat-serat kasusastran Jawa sebagai bukti peninggalan
sejarah dari abad IX- XVII Masehi, sebab bahasa Jawa yang asli sudah sulit
untuk diketemukan lagi karena pada saat itu sama sekali tidak dibukukan dalam
bentuk kamus (bausastra Jawa) atau yang sejenisnya (Poerbatjaraka, 1952 ; vii).
Nampaknya kasus yang dihadapi
bahasa Jawa purba tempo doeloe, adalah kehilangan saksi bisu yang berupa
tradisi tulis (Poerbatjaraka, 1952 ; vii), dan ini sangat menyulitkan untuk
melacak kesejarahan bahasa Jawa, sebelum lahirnya bahasa kawi atau bahasa jawa
kuna.
Barulah ketika orang-orang India
masuk ke Nusantara ini, kedua bangsa (pribumi dan migrant) ini mengadopsi
tradisi tulisan yang kemudian dikembangkan secara turun-temurun (Poerbatjaraka,
1952 ; vii), dengan cara saling bertukar informasi dan terjadinya perkawinan
antara pribumi dan pendatang.
Pada akhirnya ditentukan garis,
sebagai batas waktu penelitian sejarah kebudayaan Jawa, yakni sejak masuknya
kebudayaan India ke Austronesia (kepulauan Nusantara) dalam hal ini ke pulau
Jawa.
Dari sekian perjalanan sejarah
penguasaan asing di Nusantara, yang sangat dominan pengaruhnya dalam
ke-bahasa-an Jawa adalah dari Bahasa Sansekerta dan Arab, pengaruh tersebut
tidak hanya pada kosakatanya, tetapi juga dalam kaidah paramasastra banyak
sekali dipengaruhi oleh kedua bahasa tersebut. Hal ini tentu saja tidak bisa
dihindari lagi, karena hampir semua bahasa di dunia dipengaruhi oleh kedua
bahasa tersebut (Hazeu, et al., 1979 ; 111-112).
Sejarah bergulir seiring dengan
perjalanan waktu, bahasa Jawa purba akhirnya digantikan oleh bahasa Jawa kuna
yang sebagian besar dipengaruhi oleh masa pemerintahan Hindu sejak zaman
dinasti wamça Syailendra, dan wamça Sanjaya yang berturut-turut menguasai
Nusantara ini, mulai dari Rakai Mataram 732-760 M sampai Rakai Watuhumalang
dipertengahan abad IX (Sulaiman, 1980 ; 107) , dengan bukti teks Jawa kuna
sebelum aksara Jawa kuna digunakan secara resmi, seperti pada prasasti Canggal
732 M, Kalasan 778 M, Karangtengah 804 M, Gandasuli 832 M, Perot 850 M,
Ratubaka 856 M, Pereng 864 M, Argapura 864 M maupun Salingsingan 876 M.
Jarak antara peralihan bahasa Jawa
purba (Sundik) ke bahasa Jawa kuna ini pun cukup panjang, mungkin beberapa
abad, karena memang tidak ada bukti yang menandai perjalanan waktu tersebut,
seperti artefak dan sejenisnya. Munculnya pengakuan atas kekuasaan yang pernah
menguasai pulau Jawa tertua tentang dinasti Salakanegara, yang menyatakan telah
berdiri jauh sebelum kerajaan Tarumanegara, maka setidaknya bahasa Jawa kuna
atau sebelumnya, pernah digunakan oleh orang - orang Jawa pada jaman dahoeloe
kala. Jika benar apa yang ditulis dalam naskah Wangsakarta tentang keberadaan
kerajaan Salakanegara, yang pernah menggunakan bahasa Jawa purba, maka
setidaknya bahasa Jawa itu sudah dikenal pada masa abad III Masehi, atau
mungkin sebelum itu sekitar awal abad satu masehi.
Pengaruh budaya India dalam bentuk
seni patung yang banyak ditinggalkan di Indonesia (terutama di Jawa Tengah dan
Jawa Timur), memberikan bukti bahwa budaya Hindu benar-benar menguasai di
negeri ini dalam kurun waktu yang cukup lama. Dari peninggalan yang berupa;
artefak, prasasti, candi dan patung dewa-dewa termasuk patung Budha, adalah
merupakan tanda bahwa keberadaan budaya Hindu maupun Budha pernah ada dan
berpengaruh besar di Nusantara ini.
Peradaban dunia dalam tradisi
bahasa tulis, yang sudah dimulai sejak jaman Mesir kuna, yakni dengan bukti
berupa pyramid dan artefak lainnya, yang mungkin terjadi sekitar 6000 tahun yang
silam. Yang secara berangsur-angsur peradaban itu bergeser sampai ke Yunani
serta mengalami masa kejayaan ketika memasuki jaman Romawi, yang kemudian
sejalan dengan proses dinamika kehidupan, peradaban itu bergeser ke India.
Padahal bagi orang India (Hindu) sendiri sebenarnya mereka itu dibawah pengaruh
orang Indo-Arya yang datang dari Iran migrasi ke India dan banyak mempengaruhi
terhadap budaya yang dianut oleh orang India yakni Hindu termasuk dewa-dewa
sampai pada penambahan kasta yang semula hanya tiga, dengan kasta çudra
sehingga menjadi empat kasta (Cardozo, 1985 ; 3).
sumber: http://edukasi.kompasiana.com
No comments:
Post a Comment